EBuzz – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mendesak pemerintah yang memiliki wacana yang akan mengembalikan masa berlaku Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari semula 3 tahun menjadi 1 tahun. Pengusaha nikel menilai kebijakan tersebut, berpotensi menghambat efisiensi, dan menciptakan ketidakpastian usaha di sektor pertambangan.
Dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (3/7/2025) Sekjen APNI Meidy Katrin mengatakan bahwa, pihaknya menghargai komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan industri tambang nasional. Namun, perubahan masa berlaku RKAB dari 3 tahun menjadi 1 tahun dinilai perlu dikaji ulang, terutama dari sisi efisiensi waktu, biaya, kapasitas evaluasi, dan dampaknya terhadap investasi.
“Saat ini ada lebih dari 4.100 Izin Usaha Pertambangan (IUP) aktif di Indonesia. Jika RKAB berlaku hanya 1 tahun, berarti ribuan perusahaan harus mengajukan dokumen baru setiap tahun. Pertanyaannya, bagaimana pemerintah bisa mengevaluasi semua dokumen itu secara tepat waktu tanpa menghambat produksi dan investasi?” kata Meidy. (4/7).
Meidy menambahkan, APNI menyoroti bahwa perubahan peraturan yang terlalu sering justru menjadi penghambat utama kepastian usaha dan mengganggu iklim investasi. “Investor, kata APNI, membutuhkan stabilitas kebijakan untuk menyusun rencana jangka panjang, termasuk mendukung program hilirisasi pemerintah,” tambahnya.
Lima Masukan Strategis APNI untuk Pemerintah
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) memberikan masukan kepada pemerintah terkait wacana perubahan RKAB yang semula 3 tahun menjadi 1 tahun. Harapannya, Pemerintah diminta menjaga konsistensi regulasi untuk memberikan kepastian hukum dan iklim investasi yang sehat.
“Pertama, pertahankan RKAB 3 Tahun. Kemudian, perkuat pengawasan berbasis realisasi produksi. Ketiga, hapus revisi volume semester akhir. Dan, Perkuat Implementasi Permen ESDM No. 10/2023,” ucap Meidy.
Meidy menegaskan, wacana perubahan kebijakan sebaiknya dilakukan hanya bila sangat mendesak dan berbasis data industri. Selain itu, pengusaha juga meminta pelibatan asosiasi dan pelaku industri sangat penting dalam penyusunan kebijakan agar sesuai dengan kondisi lapangan.
“APNI meyakini bahwa kebijakan yang konsisten dan berbasis data akan menjaga kepastian usaha, mendorong efisiensi industri, serta memastikan kontribusi optimal sektor tambang nikel terhadap devisa dan hilirisasi nasional,” tutupnya.
Dengan pendekatan yang inklusif dan berbasis data, Indonesia diyakini dapat terus menjadi tujuan investasi pertambangan yang menarik secara global dan mendukung keberlanjutan ekonomi nasional.