EBuzz– Bursa Efek Indonesia (BEI) terus memperkuat ekosistem investasi berbasis lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) di pasar modal Indonesia. Langkah ini dilakukan untuk menjawab meningkatnya minat investor, khususnya investor global, terhadap produk-produk investasi berkelanjutan.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengungkapkan bahwa tren investasi berbasis ESG menunjukkan pertumbuhan signifikan, dengan permintaan investor yang terus meningkat setiap tahun. “Investasi berbasis ESG kini bukan lagi aspek tambahan, melainkan menjadi bagian esensial dalam pengambilan keputusan investasi. Tren pertumbuhan produk reksa dana dan ETF berbasis indeks tematik ESG, seperti ESG Leaders dan SRI-KEHATI, di BEI mencatat peningkatan tajam. Sejak 2015 hingga November 2024, nilai AUM melonjak hingga 204 kali lipat menjadi Rp7,4 triliun, sementara jumlah produk investasi tumbuh 24 kali lipat,” jelas Jeffrey kepada media, Kamis (16/1/25).
Untuk mendukung tren ini, BEI telah melakukan berbagai langkah strategis, termasuk:
- Kolaborasi dengan Institusi Internasional: BEI menggandeng lembaga global seperti Sustainalytics, S&P Global, dan Kehati untuk menyediakan penilaian ESG yang lebih terintegrasi.
- IDX Carbon: Platform ini diperkenalkan untuk mendukung ekonomi hijau Indonesia dan membantu mencapai target penurunan emisi nasional.
- Peningkatan Regulasi dan Infrastruktur: BEI telah mengembangkan pelaporan ESG Metric Reporting untuk mempermudah perusahaan dalam menyampaikan informasi ESG yang transparan dan standar.
- Edukasi dan Dukungan Teknis: BEI menyediakan pelatihan bagi perusahaan tercatat, termasuk program Net Zero Incubator, guna meningkatkan kesadaran dan kapasitas mereka dalam menyusun laporan keberlanjutan.
Sebagai informasi, hingga akhir 2024, sebanyak 97% perusahaan tercatat telah menyampaikan laporan keberlanjutan sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 51/POJK.03/2017 dan Surat Edaran OJK Nomor 16/SEOJK.04/2021. Jeffrey menilai tingkat kepatuhan ini menunjukkan kemajuan signifikan.
Namun, BEI juga mencatat adanya ruang untuk perbaikan, terutama dalam transparansi dan akurasi pelaporan data emisi karbon. “Kami terus mendorong perusahaan untuk lebih transparan, sehingga data ini dapat membantu investor mengambil keputusan yang berorientasi pada keberlanjutan,” tambah Jeffrey.
Meski pelaporan ESG semakin menjadi prioritas, perusahaan masih menghadapi tantangan seperti:
- Kurangnya data kuantitatif yang relevan untuk mengukur kinerja ESG.
- Terbatasnya sumber daya manusia yang terampil di bidang keberlanjutan.
- Biaya tinggi untuk pengumpulan data dan penyusunan laporan ESG, termasuk penggunaan jasa konsultan.
Untuk mengatasi tantangan ini, BEI berkolaborasi dengan berbagai lembaga untuk memberikan sosialisasi dan asistensi teknis kepada perusahaan tercatat. Langkah ini diharapkan dapat meringankan beban perusahaan dan meningkatkan kualitas pelaporan ESG.
Dengan semakin banyaknya perusahaan yang mematuhi standar ESG dan didukung oleh inisiatif-inisiatif BEI, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu pasar terdepan di Asia Tenggara dalam investasi berkelanjutan. Jeffrey optimis, dengan ekosistem yang semakin matang, investor global akan semakin tertarik untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia, memperkuat daya saing ekonomi nasional secara berkelanjutan.