Sistem Keuangan Berkelanjutan Berbasis ESG dibayangi Berbagai Tantangan

EBuzz-Economi & Capital Market Outlook 2025, bertemakan Sistem Keuangan Berkelanjutan Menuju Pasar Modal Hijau atau Sustainable Finance Transformation: Towards a Green Capital Market adalah bagian dari Rangkaian Kegiatan CSA Awards 2024 yang diinisiasi oleh Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) dan CSA Community.

Tahun ini, dalam perjalanannya CSA Awards yang ke-6, Economic & Capital Market Outlook mengangkat tema yang relevan dengan kondisi saat ini, dimana Ekonomi Hijau menjadi concern para negara-negara maju dan berkembang dalam mewujudkan Sistem Keuangan Berkelanjutan yang mengacu pada Sustainable Development Goals (SDG) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. 

AAEI memandang pentingnya sistem keuangan berkelanjutan, guna menopang berbagai pembangunan infrastruktur, proyek-proyek ramah lingkungan, serta bagaimana pasar modal Indonesia turut berperan mendorong ekonomi yang lebih hijau. Topik akan mencakup ESG Investing serta inisiatif keberlanjutan lainnya.

Acara seminar dibuka dengan Keynote Speech oleh Dr. H. Agus Harimurti Yudhoyono, M.Sc., M.P.A., M.A. Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Republik Indonesia. Adapun para pemateri terdiri dari Prof. Budi Frensidy, Dr. David Sutyanto dan Dr. Yudi Priambodo Purnomo Sidi dengan moderator Ike Widiawati. 

Dr. H. Agus Harimurti Yudhoyono, M.Sc., M.P.A., M.A. Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Republik Indonesia saat menjadi Keynote Speech Economi & Capital Market Outlook 2025 di BEI. Foto/Vauzi
Dr. H. Agus Harimurti Yudhoyono, M.Sc., M.P.A., M.A. Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Republik Indonesia saat menjadi Keynote Speech Economi & Capital Market Outlook 2025 di BEI. Foto/Vauzi

Dalam sambutannya, Agus menyatakan pemerintah akan sangat memperhatikan perlunya Pembangunan Infrastruktur yang berwawasan hijau guna mendukung terwujudnya sasaran pemerintah yaiutu emisi nol bersih (net zero emission) pada tahun 2060. Dalam setiap Pembangunan infrastruktur pemerintah terus akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru dan peraturan yang lebih ketat yang mengacu pada terwujudkan komitmen internasional seperti Paris Agreement. 

Prof Budi Frensidy sebagai salah satu pemateri, dalam makalahnya menyatakan, bahwa SDG merupakan cetak biru untuk mencapai masa depan yang lebih baik dan keberlanjutan. SDG ditetapkan oleh PBB dan semua negara diharapkan untuk berpartisipasi mewujudkannya.

Perusahaan sebagai warga negara dapat berkontribusi dalam usaha pencapaian tersebut, terkait dengan jenis usaha masing-masing. Setidaknya perusahaan korporasi dituntut untuk memperhatikan, menjalankan dan mewujudkan konsep bisnis yang memperhatikan prinsip 3P yaitu Profit, People dan Planet.

Mengutip pendapat, David Duffy CEO of The Corporate Governance Institute, bahwa keberlanjutan (sustainability), pada intinya, mencakup kelangsungan jangka panjang operasi perusahaan, dengan mempertimbangkan dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi. Ini adalah pendekatan holistik yang mempertimbangkan interaksi antara ketiga dimensi ini, dengan mengakui bahwa organisasi yang keberlanjutan tidak hanya berkembang secara ekonomi tetapi juga berkontribusi positif terhadap masyarakat dan mengurangi jejak lingkungannya (ESG).

Indonesia yang memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia seluas 125 juta ha, berpotensi besar memimpin pasar karbon dengan kapasitas 25 miliar ton karbon (Kompas). Jika pemerintah bisa menjual dengan harga 5$, potensi pendapatan kita mencapai 113 miliar $ atau setara Rp8.400 triliun. Selain melalui hutan, Indonesia juga memiliki potensi penyerapan karbon dari ekonomi biru/lautan yang 4-5 kali lebih tinggi dari hutan angin segar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.

“Kriteria ketiga dalam berinvestasi awalnya adalah mengejar skewness positif. Kemudian ada likuiditas seiring berkembangnya market microstructure. Terakhir, dalam 2-3 tahun terakhir, aspek ketiga yang dipersyaratkan investor terutama investor institusi adalah sustainability,” demikian Kesimpulan dari Dr. Budi Frensidy. 

Sementara itu, pemateri lain Dr. David Sutyanto, selaku Ketua AAEI menyampaikan berbagai tantangan yang akan dihadapi perusahaan korporasi di tahun depan. Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih (net zero emission) pada 2060 atau lebih cepat dengan berbagai upaya strategis, termasuk penerapan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), efisiensi energi, dan praktik-praktik bisnis yang lebih ramah lingkungan. 

Infrastruktur memainkan peran yang sangat penting dalam menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan untuk Indonesia. Sektor ini dapat berfungsi sebagai pondasi utama dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya yang berkaitan dengan infrastruktur ramah lingkungan, akses energi bersih, serta pengelolaan air dan sanitasi. 

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah menyaksikan dorongan besar-besaran menuju ekonomi hijau dengan terbentuknya kebijakan-kebijakan baru, peraturan yang lebih ketat, dan komitmen internasional seperti Paris Agreement. 

Namun David menilai adanya berbagai factor risiko Global menjadikan tantangan tersendiri bagi diterapkannya ekonomi hijau. Menurutnya, tensi geopolitik yang mulai memanas, seperti Konflik Timur Tengah, Ketegangan As-Rusia (Perang di Ukrania), Frekuensi Perdagangan AS-Cina serta Dinamika Moneter dan Global Fund bagian dari tantangan tersebut.

Dr. H. Agus Harimurti Yudhoyono, M.Sc., M.P.A., M.A. Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Republik Indonesia saat menjadi Keynote Speech Economi & Capital Market Outlook 2025 di BEI. Foto/Vauzi
Dr. H. Agus Harimurti Yudhoyono, M.Sc., M.P.A., M.A. Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Republik Indonesia saat menjadi Keynote Speech Economi & Capital Market Outlook 2025 di BEI. Foto/Vauzi

Dalam hal Dinamika Moneter dan Global Fund, antara lain terjadinya pelonggaran moneter global, kemajuan disinlfasi global, masih tingginya suku bunga global dan tekanan fiskal global akan terus berlanjut.

David memperkirakan ekonomi di tahun 2025 akan stagnan, di mana ditandai adanya berbagai gejolak. Seperti adanya tekanan inflasi dan fiskal di Amerika Serikat. Krisis properti di Cina serta adanya permintaan domestik yang lemah di kawasan Eropa. 

Adapun terkait sektor keuangan juga memiliki peranan yang penting dalam menciptakan ekonomi hijau, Dr. Yudi Priambodo Purnomo Sidi memaparkan materi bertema Green Financing Sustainable Growth. 

Prinsip Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance) di Indonesia didefinisikan sebagai dukungan menyeluruh dari industri jasa keuangan untuk pertumbuhan berkelanjutan yang dihasilkan dari keselarasan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup (OJK). 

Keuangan berkelanjutan adalah konsep yang integratif, mencakup aspek lingkungan, sosial, dan tata Kelola Transformasi menuju pasar modal hijau didorong oleh kerangka peraturan, permintaan investor, dan tanggung jawab korporat.

Kesadaran isu lingkungan di sektor keuangan juga ditunjukkan oleh responden yang berinvestasi di pasar saham. Sebanyak 66,1% responden memiliki saham di perusahaan yang mengutamakan praktik ESG. Alasan terbesar memilih green investment disinyalir karena kemanaan yang ditawarkan oleh Perusahaan dengan reputasi yang baik 75,3% dan membantu menjaga lingkungan 61,8%.

Dr. H. Agus Harimurti Yudhoyono, M.Sc., M.P.A., M.A. Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Republik Indonesia saat menjadi Keynote Speech Economi & Capital Market Outlook 2025 di BEI. Foto/Vauzi
Dr. H. Agus Harimurti Yudhoyono, M.Sc., M.P.A., M.A. Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Republik Indonesia saat menjadi Keynote Speech Economi & Capital Market Outlook 2025 di BEI. Foto/Vauzi

Sebagai catatan industri keuangan di pasar modal Indonesia telah memberikan andil dalam menciptakan ekonomi hijau dengan berbagai cara. Mereka telah menggolontorkan triliunan dana guna menciptakan Industri Keuangan Berkelanjutan. Salah satunya BCA, mereka mengeluarkan Rp200 triliun lebih untuk green financing (BMRI Rp142 T, BBRI Rp83,3 T, dan BBNI Rp70,9 T).

Hanya saja, Dr. Yudi Priambodo Purnomo Sidi menilai masih adanya berbagai kendala seperti inkonsistensi data dan greenwashing perlu diatasi untuk mencapai tujuan keberlanjutan keuangan. Masa depan keuangan berkelanjutan menjanjikan berbagai peluang melalui inovasi teknologidan kerjasama lintas sektor. 

Namun, hambatan dan tangan dalam memperoleh sumber keuangan global melalui green bond, harus dicermati dan diatasi bersama. Dr. Yudi Priambodo mencatat setidaknya ada 7 poin tantangan green bond, yaitu Praktik Greenwashing, Kesiapan Pasar, Permintaan dan Edukasi, Keterbtasan Produk Hijau, Kompleksitas dalam Pembiayaan dan Risiko Keuangan, Kurangnya Insentif, Peringkat Surat utang, Regulasi dan Pengawasan dan Ketidakpastian pasar.

Keuangan berkelanjutan adalah konsep yang integratif, mencakup aspek lingkungan, sosial, dan tata Kelola Transformasi menuju pasar modal hijau didorong oleh kerangka peraturan, permintaan investor, dan tanggung jawab korporat.

Masa depan keuangan berkelanjutan menjanjikan berbagai peluang melalui inovasi teknologi dan kerjasama lintas sektor. Indonesia diperkirakan akan mencapai target National Determined Contribution (NDC) sebesar 43,20% melalui bantuan international dan sebesar 31,89% tanpa bantuan Internasional. Panel yang dipandu moderator Ike Widiawati, menyimpulkan bahwa Industri pasar modal Indonesia perlu memperhatikan dan menerapkan konsep ESG, guna mendapat kepercayaan investor global.

spot_img

Terbaru

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini