APINDO Soroti Potensi Masalah Rencana Pembiayaan Koperasi Merah Putih

EBuzz – Rencana pemerintah terkait pembiayaan Koperasi Merah Putih dari Bank Himbara menuai sorotan dari kalangan pengusaha.

Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Ajib Hamdani, menilai bahwa pola pengelolaan dan pembiayaan yang direncanakan berpotensi menimbulkan masalah di tiga sisi utama.

Mengacu pada prinsip dasar koperasi dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, Ajib Hamdani menekankan bahwa koperasi adalah badan usaha beranggotakan orang atau badan hukum yang kegiatannya berlandaskan prinsip koperasi dan asas kekeluargaan, dengan keanggotaan sukarela, demokratis, swadaya, dan kesetaraan.

Namun, implementasi rencana pembiayaan Koperasi Merah Putih, menurut Ajib, dapat menimbulkan kendala. Sisi pertama adalah potensi masalah dengan bank-bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara). Sebagai industri keuangan yang sangat teregulasi dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011, bank Himbara akan kesulitan memenuhi syarat formal kredit (5C) seperti character, capacity, capital, collateral, dan condition dari Koperasi Merah Putih.

“Kalau program ini dibuat mandatory, bank Himbara akan kesulitan secara teknis perbankan,” ujar Ajib dalam keterangannya di Jakarta, Senin (19/5/2025).

Lebih lanjut, Ajib menyoroti potensi terhambatnya penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui Koperasi Merah Putih akibat maraknya masalah pinjaman online (pinjol) di masyarakat yang dapat mempengaruhi catatan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK para calon debitur.

“Pemerintah harus membuat peraturan terobosan untuk mengatasi hal ini,” tegasnya.

Selanjutnya, potensi masalah kedua terletak pada aspek keuangan negara. Ajib mempertanyakan jika sumber pembiayaan Koperasi Merah Putih berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik dari dana desa maupun sumber lainnya.

“Hal ini berpotensi menjadikan koperasi sebagai objek pemeriksaan dan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), mengingat keuangan negara harus dikelola secara transparan, akuntabel, dan efektif,” ucap Ajib.

Sisi ketiga yang menjadi perhatian adalah kemampuan pengelolaan koperasi itu sendiri. Dengan sumber daya yang ada dan tingkat literasi keuangan yang cenderung masih rendah, Koperasi Merah Putih berpotensi menghadapi masalah serius jika tidak dikelola sesuai prinsip dan standar pengelolaan keuangan negara.

Dirinya juga menyoroti data dari International Cooperative Alliance (ICA) tahun 2023 yang menunjukkan tidak ada satupun koperasi Indonesia yang masuk dalam jajaran 300 koperasi terbaik dunia, padahal Indonesia memiliki jumlah koperasi terbanyak di dunia.

Untuk mengatasi potensi masalah ini, Ajib menyarankan agar pemerintah mengoptimalkan koperasi yang sudah ada, seperti Koperasi Unit Desa (KUD), dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, membuat sistem yang baik, serta melakukan digitalisasi. Hal ini dinilai akan lebih efektif dalam menjalankan semangat berkoperasi dan memaksimalkan program pemerintah.

Terkait fokus pemerintah pada hilirisasi di daerah dengan alokasi APBN, Ajib menyarankan untuk mengoptimalkan infrastruktur yang sudah ada, seperti Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), dengan pemisahan yang jelas antara fungsi koperasi sebagai badan usaha milik anggota dan Bumdes sebagai pengelola dana APBN yang akuntabel.

“Pemerintah harus memisahkan secara jelas fungsi koperasi dan entitas lain pengelola keuangan negara, serta pelibatan perbankan yang harus prudent dalam memberikan kredit. Sehingga tataran konsep dan aplikasinya tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Hal ini untuk tetap menjaga agar pelaksanaan program Koperasi Merah Putih tidak menjadi abu-abu,” pungkasnya.

Terbaru

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini