EBuzz – Badan Otonom (Banom) HIPMI Tax Center BPP HIPMI mendorong pemerintah untuk bisa memberikan insentif bagi masyarakat jika nantinya akan memberlakukan kenaikan tarif PPN menjadi 12% per 1 Januari 2025. Hal tersebut menurut pelaku usaha merupakan langkah yang tepat, disaat kondisi ekonomi sedang tidak baik – baik saja dan masih adanya transisi pemerintahan yang baru.
Ketua HIPMI Tax Center M. Arif Rohman Said Putra mengatakan bahwa, setidaknya ada 2 insentif yang harus bisa dikeluarkan oleh pemerintah jika di awal Januari 2025 menaikan tarif PPN 12%. Insentif yang pertama yakni menaikan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dan memberikan pengecualian untuk sektor yang terkena oleh tarif PPN ini.
“Perlu ada insentif di sisi lainnya, karena kondisi sekarang saat ini sangat berat. Terlebih ini masih dalam masa transisi pemerintah,” ujar Arif dalam keterangan tertulisnya. (19/11).
Lebih lanjut Arif menambahkan, rencana pemerintah untuk menaikan tarif PPN 12% di awal Januari 2025 bukan merupakan kebijakan yang dikeluarkan secara ugal – ugalan. Sebab, rencana tersebut sudah ditetapkan dalam UU No 7 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) di tahun 2021 silam.
Untuk itu, dirinya meminta agar pemerintah bisa memberikan sosialisasi naiknya PPN 12% ini secara masif. Hal ini dilakukan agar, kalangan masyarakat bisa menerima rencana tersebut sebab kenaikan PPN 12% ini menimbulkan pro dan kontra.
“Saya kira memang perlu ditingkatkan, apalagi mengenai hal – hal yang sensitif jadi tidak bisa pemerintah menyampaikan ini keputusan UU tapi disisi lain masyarakat bisa memahami bergotong royong pembanunan bisa berjalan sehingga ada kesadaran kolektif terhadap pertumbuhan ekonomi,” sambungnya.
Arif juga menegaskan, dengan naiknya PPN 12% ini akan memberikan dampak yang sangat serius terhadap daya beli masyarakat untuk itu pemerintah harus betul – betul menyiapkan antisipasinya.
“PPN naik berdampak ke HPP yang nantinya akan menaikan harga, menurunkan demand. Dan, jika demand turun, produksi juga turun sehingga berdampak ke PHK. Ini yang harus diantisipasi,” tegasnya.
Selain itu, Arif meminta agar otoritas pajak bisa mencari sumber penerimaan negara melalui pajak tidak hanya dari tarif PPN saja, melainkan dari sektor lainnya. Ia menyarankan agar pengenaan pajak terhadap nikel dan pajak karbon bisa lebih dioptimalkan lagi ke depannya.
“Seharusnya ada pemberlakuan pajak karbon, tapi sayangnya belum dilaksanakan secara matang. Turunan nikel juga potensinya besar untuk penerimaan perpajakan, subtitusi negara dari pajak sudah plus minus,” tutupnya.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal mulai menerapkan tarif PPN 12% di awal Januari 2025. Naiknya tarif PPN ini merupakan amanat dari UU No 7 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah diputuskan pada tahun 2021.