Outlook 2025: Tren Kenaikan Inflasi dan Peluang Indonesia di Tengah Kebijakan Perdagangan Trump 2.0

EBuzz-Tren peningkatan inflasi Indonesia akan berlanjut sepanjang semester I 2025. Meski demikian, kenaikan inflasi diperkirakan tetap terkendali. Faktor-faktor pemicu utama peningkatan inflasi di semester I tahun ini, meliputi kenaikan tarif UMP (Upah Minimum Provinsi) per Januari 2025, dan tren ekspansi pada Purchasing Managers’ Index (PMI).

Di samping itu, menurut Direktur D’Origin Advisory, Cynthia Nadeak, momentum perayaan besar seperti Imlek pada Februari 2025, Idul Fitri pada April 2025, dan Idul Adha pada Juni 2025, yang diperkirakan meningkatkan daya beli masyarakat, juga menjadi pendorong peningkatan inflasi. “Meski demikian, kami memproyeksikan laju inflasi relatif terkendali dan akan  berada dalam rentang target Bank Indonesia di kisaran 1,5%-3,5%,” ujar Cynthia, dikutip Senin (6/1/2025).

Menurut dia, meningkatnya daya beli masyarakat masih menjadi pendorong utama peningkatan inflasi di tahun ini. Momentum hari raya keagamaan juga menjadi pemicu meningkatnya daya beli masyarakat.

Hal itu terlihat dari inflasi Indonesia pada Desember 2024 yang meningkat menjadi 1,57% dibandingkan 1,55% pada November 2024, karena didorong oleh belanja masyarakat menjelang periode Natal 2024 dan Tahun Baru 2025. “Naiknya inflasi di Desember 2024 mencerminkan peningkatan daya beli masyarakat, terutama menjelang periode Natal dan Tahun Baru,” ujar Cynthia Nadeak.

Dia menjelaskan, inflasi pangan menjadi kontributor utama peningkatan inflasi di Desember 2024. Tercatat inflasi pangan mengalami  kenaikan sebesar 1,90% YoY dari sebelumnya 1,68% secara tahunan atau year on year (yoy), dan memberikan andil sebesar 0,55% terhadap inflasi secara keseluruhan. Komoditas pangan yang mendorong peningkatan inflasi pangan sepanjang Desember 2024, antara lain beras, tembakau, minyak goreng, kopi bubuk, bawang merah, daging ayam ras, dan ikan segar.

Sementara komoditas non-pangan yang turut menyumbang peningkatan inflasi di Desember 2024, antara lain emas perhiasan, dan nasi dengan lauk-pauk. “Ke depan, kami tetap optimistis bahwa  inflasi akan meningkat, meskipun tetap terkendali,” ungkap Cynthia.

Disisi lain, Cynthia juga menyoroti peluang Indonesia di Tengah Kebijakan Perdagangan Trump 2.0. Hal ini setelah terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS diperkirakan akan memberikan peluang bagi Indonesia, terutama terkait dengan kebijakan perdagangan yang lebih proteksionis di bawah Trump 2.0. 

Salah satu kebijakan utama yang diusung adalah penerapan tarif impor yang lebih tinggi, di antaranya tarif sebesar 60% terhadap barang-barang impor dari Tiongkok, serta tarif tambahan sebesar 10%-20% untuk negara-negara lainnya. Kebijakan ini berpotensi memicu eskalasi ketegangan perdagangan global, dengan kemungkinan besar akan terjadinya perang dagang antara AS dan Tiongkok. Dampak dari perang dagang ini akan memperburuk hubungan ekonomi antara dua negara terbesar dunia tersebut.

Perang dagang yang berkepanjangan dapat mengganggu rantai pasokan global, dan kemungkinan besar akan mendorong perusahaan-perusahaan global untuk mengalihkan produksi mereka dari Tiongkok ke negara-negara Asia lainnya. Dalam konteks ini, Indonesia memiliki peluang strategis untuk menarik lebih banyak investasi langsung asing (FDI) dari AS, yang selama ini lebih terkonsentrasi di Singapura dan Tiongkok. Indonesia menawarkan sejumlah keunggulan kompetitif, seperti pasar domestik yang besar, tenaga kerja terampil dengan biaya relatif lebih rendah, dan akses yang baik ke pasar regional, menjadikannya pilihan menarik bagi perusahaan-perusahaan AS yang ingin mencari alternatif lokasi produksi yang lebih aman dari dampak tarif yang tinggi.

Selain itu, kebijakan luar negeri Trump yang lebih menekankan pada pendekatan bilateral membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat hubungan perdagangan langsung dengan AS. Kerja sama ini tidak hanya akan mencakup sektor perdagangan barang, tetapi juga dapat memperluas cakupan ke sektor-sektor lain seperti investasi, teknologi, dan infrastruktur. Pemerintah Indonesia dapat memanfaatkan situasi ini untuk melakukan diplomasi ekonomi yang lebih agresif, memperkokoh posisinya sebagai mitra strategis yang menarik bagi investor AS yang ingin melakukan diversifikasi risiko dan mencari pasar yang lebih stabil di kawasan Asia Tenggara.

Meskipun kebijakan Trump 2.0 berisiko menciptakan ketidakpastian dan ketegangan global, Indonesia dapat memanfaatkan dinamika ini untuk memperkuat posisinya dalam arus investasi global, serta meningkatkan hubungan perdagangan dengan AS secara lebih saling menguntungkan.

spot_img

Terbaru

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini