EBuzz – PEFINDO, lembaga pemeringkat kredit terkemuka di Indonesia, bekerja sama dengan S&P Global Ratings, lembaga pemeringkat kredit independen global, menggelar seminar Annual Indonesia Credit Spotlight ketiga di Jakarta.
Seminar bertajuk “Menyeimbangkan Tantangan Jangka Pendek dengan Tujuan Kebijakan Jangka Panjang” ini menghadirkan Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia, Prof. Suahasil Nazara, sebagai pembicara kunci, serta Managing Director Finance Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), Arief Budiman, dalam sesi eksklusif Fireside Chat yang membahas Danantara.
Acara yang berlangsung di Hotel Pullman Jakarta ini dibuka dengan sambutan dari Direktur Utama PEFINDO, Irmawati Amran. Pidato kunci oleh Wakil Menteri Keuangan RI, Prof. Suahasil Nazara, dilanjutkan dengan presentasi dan sesi panel dari para ekonom dan analis sovereign S&P Global Ratings yang membahas perkembangan kebijakan ekonomi pemerintah dalam menghadapi tantangan jangka pendek dan mencapai tujuan jangka panjang, serta tren kredit utama yang akan membentuk masa depan keuangan Indonesia.
Sesi yang secara khusus mengulas Danantara menghadirkan langsung Managing Director Finance BPI Danantara, Arief Budiman. Dalam sesi Fireside Chat: Danantara in Focus, Arief Budiman memberikan penjelasan mendalam mengenai visi, strategi, dan target-target yang ingin dicapai oleh Danantara. Ia juga menjawab berbagai pertanyaan penting dari investor terkait peran dan tanggung jawab pihak yang terlibat, aspek transparansi, serta pengelolaan investasi oleh Danantara.
Paruh terakhir seminar diisi dengan paparan dari para analis PEFINDO dan S&P Global Ratings mengenai kondisi terkini sektor keuangan dan korporasi di Indonesia. Acara kemudian ditutup dengan closing remarks dari Ritesh Maheswari, Komisaris PEFINDO sekaligus Managing Director, Head of Southeast Asia and Asia-Pacific S&P Global Ratings.
Chief Economist S&P Global Ratings, Louis Kuijs, dalam presentasinya menyampaikan pandangannya mengenai tantangan eksternal yang dihadapi Indonesia. Dampak langsung melalui tarif AS dikombinasikan dengan dampak tidak langsung dari Tiongkok yang lebih lemah perlu diwaspadai. Namun, ekonomi yang lebih berorientasi pada permintaan domestik seperti Indonesia akan kurang terpengaruh.
“Kami memperkirakan PDB Indonesia tumbuh 4,6% pada tahun 2025 dan 4,7% pada tahun 2026. Kemudian, kami melihat bahwa inflasi bukan menjadi masalah dan pertumbuhan ekonomi akan menjadi fokus ke depan. Bank Indonesia (BI) diprediksikan akan memangkas suku bunga kebijakan sebesar 100 basis poin pada tahun 2025. Tetapi pelemahan mata uang bisa menjadi alasan bagi BI untuk memangkas lebih sedikit,” jelas Kuijs melalui keterangan tertulis. (7/5).
Sementara itu, Kepala Divisi Pemeringkatan Non-Jasa Keuangan 2 PEFINDO, Yogie Perdana, menyoroti potensi dampak Danantara terhadap BUMN. Menurutnya, dalam jangka pendek, mengingat terbatasnya informasi mengenai strategi dan kebijakan Danantara terhadap BUMN, tidak ada implikasi pemeringkatan langsung bagi mereka.
“Namun, dalam jangka menengah hingga panjang, pemahaman yang lebih jelas tentang pengaruh Danantara terhadap kebijakan keuangan dan dividen BUMN, serta tujuan bisnis bagi BUMN dalam struktur tersebut, dapat memengaruhi pemeringkatan masing-masing entitas,” ujar Yogie.