EBuzz – Skor Technologies perusahaan yang mengelola Skorlife dan kartu kredit Skorcard berhasil mengumpulkan dana sebesar US$ 6,2 juta dalam putaran pendanaan Pre-A terbaru. Putaran pendanaan ini dipimpin oleh Argor Capital, sebuah perusahaan modal ventura yang fokus di Asia Tenggara.
Adapun investor terdahulu seperti QED Investors dan Saison Capital serta investor baru Digital Currency Group juga turut berpartisipasi. Dengan pendanaan ini, total dana yang berhasil diraup perusahaan sebesar US$ 12 juta.
Co-Founder dan CEO Skor Ongki Kurniawan mengatakan bahwa, peluang pasar kartu kredit di Indonesia sangat besar dengan potensi yang luar biasa. Sementara, untuk penetrasi kartu kredit di Indonesia masih di bawah 3% di mana angka tersebut masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia yang mana pertumbuhannya mencapai 8% dan 20%.
“Kami percaya pasar Indonesia kekurangan pasokan produk kredit, dan ini adalah waktu yang tepat untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berkembang, dimulai dengan kartu kredit digital-first,” kata Ongki dalam keterangan tertulis. (15/1).
Ia juga menambahkan, perusahaan menargetkan dapat membangun basis pelanggan sebanyak 2 juta kartu bersama dengan para mitra bank yang telah bekerja sama.
“Dari eWallet, BNPL, hingga QRIS, para pemain fintech dan regulator telah memainkan peran besar dalam inovasi mendigitalisasi pembayaran. Kedua hal ini sangat penting dalam membangun dasar bagi konsumen untuk menjadikan kredit sebagai produk gaya hidup,” pungkasnya.
Sementara itu, Consumer Business Head Bank Mayapada International Vincent Suteja menyampaikan bahwa, Skorcard dan Bank Mayapada telah membentuk kemitraan yang saling menguntungkan di mana bank tersebut mulai membukan platform BaaS untuk menciptakan peluang pertumbuhan baru, dan proposisi nilai Skorcard sangat sesuai.
“Sebagai bank, kami melihat kemitraan seperti Skorcard sangat penting untuk mengembangkan bisnis perbankan konsumer kami, yang memanfaatkan kekuatan kami bersama dengan kekuatan mereka,” imbuh Vincent.
Berdasarkan survei nasional oleh OJK tahun 2022 menunjukan, literasi keuangan di Indonesia masih kurang dari 50% dan banyak yang tidak tahu tentang skor kredit mereka atau bagaimana cara meningkatkannya. Kurang pemahaman ini, ditambah dengan tingginya tingkat penolakan kredit sehingga membuat konsumen merasa bingung dan frustasi.