EBuzz – Kebijakan terbaru pemerintah mengenai pajak kripto yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 mendapat sambutan positif dari pelaku industri aset digital. PMK tersebut mengatur skema perpajakan baru bagi aset kripto, dengan menetapkan tarif PPh final sebesar 0,21% dan menghapus PPN atas pembelian kripto.
Namun demikian, sejumlah catatan kritis turut disampaikan sebagai bentuk masukan agar kebijakan ini dapat berjalan lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekosistem kripto nasional.
CEO Tokocrypto, Calvin Kizana mengatakan bahwa, perubahan ini menandai transformasi status aset kripto dari sebelumnya dikategorikan sebagai komoditas, menjadi Aset Keuangan Digital, yang dinilai sebagai legitimasi penting bagi industri.
“Kami menyambut baik kebijakan ini. Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah semakin serius dalam mengakui eksistensi dan potensi industri aset digital di Indonesia,” ujar Calvin dalam keterangannya, Rabu (30/7/2025). (31/7).
Dorong Insentif bagi Inovasi dan Inklusi Keuangan
Menurut Calvin, penyederhanaan skema pajak yang kini hanya membebankan PPh final saat transaksi penjualan kripto dianggap progresif dan lebih memberikan kepastian hukum bagi investor. Namun, tarif yang ditetapkan dinilai masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan pajak atas transaksi saham.
Kondisi ini, menurut pelaku industri, belum sepenuhnya mencerminkan asas keadilan, terutama dalam konteks ekonomi digital yang sangat fluktuatif.
“Meski total tarif 0,21% sama dengan sebelumnya (PPN 0,11% + PPh 0,1%), mekanisme PPh final tetap dikenakan meski investor merugi. Ini berbeda dengan skema capital gains tax yang hanya berlaku saat ada keuntungan,” tegasnya.
Calvin juga menyoroti pentingnya penegakan aturan perpajakan terhadap transaksi kripto yang dilakukan melalui platform luar negeri. Hal ini dianggap krusial untuk menciptakan level playing field yang adil, serta menjaga potensi penerimaan pajak nasional.
“Pajak harus diberlakukan secara merata antara platform lokal dan asing agar kompetisi tetap sehat dan penerimaan negara tetap terjaga,” tambah Calvin.
Sebagai pelaku industri, Calvin mendorong pemerintah agar ke depan dapat memberikan insentif fiskal yang mendorong inovasi, penciptaan lapangan kerja, dan perluasan inklusi keuangan digital melalui aset kripto.
“Kami berharap kebijakan ini menjadi awal dari arah kebijakan yang lebih fleksibel, adaptif, dan propertumbuhan untuk mendukung kemajuan ekosistem kripto di Indonesia,” tutupnya.