EBuzz – Pemerintah telah menggulirkan berbagai stimulus ekonomi yang diharapkan dapat mendongkrak daya beli dan konsumsi domestik. Namun, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (APREGINDO) Handaka Santoso menekankan pentingnya evaluasi detail agar manfaat stimulus ini dapat dirasakan secara lebih merata dan optimal.
Handaka Santoso mengapresiasi langkah pemerintah dalam memberikan stimulus, terutama mengingat kekhawatiran penurunan pertumbuhan ekonomi yang sempat diprediksi akan terus melambat di kuartal II-2025. Hal ini, merujuk pada penurunan pertumbuhan dari 5,11% menjadi 4,87% dan kekhawatiran akan kembali merosot hingga 4,7% atau lebih rendah.
“Kita beruntung ya ada pemerintah sudah mengeluarkan stimulus tadi. Kenapa? Karena sebelumnya saya juga memperkirakan akan turun lagi kan,” ujar Handaka Rabu, (4/6/2025).
Meski mendukung insentif, Handaka memberikan masukan terkait batasan gaji maksimum Rp3,5 juta untuk penerima bansos. Menurutnya, batasan ini perlu disesuaikan dengan tingkat kebutuhan hidup dan Upah Minimum Regional (UMR) di setiap daerah.
“Suatu daerah yang lebih tinggi kebutuhan hidupnya, sehingga UMR-nya juga lebih tinggi, tentunya menerima di atas 3,5 juta buat dia enggak kecukupan. Yang beda dengan mereka yang ada di Jawa Tengah, misalnya UMR-nya sendiri cuma 2,7. Jadi pertimbangan ini tentunya saya bukan pembuat kebijakan. Tapi tolong bisa dipikirkan sehingga terasa fair. Jadi adil untuk semua pemerintah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ia menyoroti soal potensi ekonomi yang belum tergarap optimal, yaitu dari masyarakat kelas atas yang gemar berbelanja di luar negeri. Di mana, jika mengutip pernyataan Kemenko Perekonomian, ada lebih dari Rp300 triliun uang yang dibelanjakan di luar negeri oleh masyarakat Indonesia. Jika uang ini dibelanjakan di dalam negeri, PPN 11% saja sudah menghasilkan sekitar Rp35 triliun.
“Nah, kalau ini orang-orang berada ini belanjanya tidak ke luar negeri, tapi di Indonesia dari PPN-nya saja sudah 11%. Jadi sudah berapa? Bayangin. Sudah 35 triliun uang di tangan,” jelas Handaka.
Tantangan Impor Ilegal dan Optimalisasi Ekonomi
Handaka juga menyinggung masalah kuota impor yang seringkali membatasi masuknya produk-produk mewah secara resmi, sementara impor ilegal justru marak dan mudah masuk.
Kesenjangan ini mendorong masyarakat kelas atas untuk berbelanja di luar negeri karena ketersediaan barang yang terbatas di dalam negeri. Ia menekankan bahwa produk-produk ini tidak bersaing dengan produk lokal, melainkan memenuhi kebutuhan segmen tertentu.
“Tetapi yang harus dicegah adalah illegal import, itu yang harus dicegah yang sekarang masuknya dengan mudah. Sedangkan yang impornya dengan resmi mengajukan, itu jumlahnya selalu dipotong,” katanya.
Sebagai pelaku usaha yang membawahi produk-produk yang dikonsumsi masyarakat menengah ke atas, Handaka berharap pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan untuk mendorong penjualan. Meski, Presiden Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi diangkat 8%.
“Kalau bisa kita bertahan di 4,9% di kuartal II-2025 saja, menurut saya sudah satu hal yang cukup dibanggakan,” tuturnya.