EBuzz – PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA), bank digital yang siap melantai di Bursa Efek Indonesia, kembali menjadi sorotan investor setelah rentang harga IPO dan valuasinya dinilai sangat menarik dibandingkan bank digital lain.
Dengan ekosistem yang kuat, yakni Grab dan Emtek Group yang menjadi pendukung utama, Superbank dipandang punya keunggulan kompetitif dalam ekspansi layanan digital dan akuisisi nasabah.

Berdasarkan hasil penawaran awal yang dilaksanakan pada 25 November–1 Desember 2025, harga IPO Superbank resmi ditetapkan sebesar Rp635 per saham. Perseroan menargetkan penghimpunan dana segar sekitar Rp2,79 triliun melalui pelepasan 4,4 miliar saham atau setara 13% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO.
CEO Sucor Sekuritas, Bernadus Wijaya, menegaskan bahwa, dengan harga penawaran Rp635 per saham, Superbank disebut memiliki Price to Book Value (PBV) sekitar 2,64x, menjadikannya salah satu bank digital dengan valuasi paling rendah dibandingkan kompetitor.
Angka tersebut menurut Bernadus, berada jauh di bawah PBV bank digital seperti Bank Jago (ARTO), Allo Bank Indonesia (BBHI), maupun Bank Aladin Syariah (BANK). Hal ini, membuat Superbank berada pada level valuasi yang sangat kompetitif.
“Pada PBV 2,64x, Superbank adalah salah satu bank digital dengan valuasi termurah di pasar. Jika dibandingkan dengan ARTO, BBHI, atau Aladin yang PBV-nya jauh lebih tinggi, maka secara valuasi Superbank berada pada level yang sangat menarik bagi investor,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (9/12/2025).
IPO Superbank (SUPA) Berpotensi Undervalued

Ia menambahkan bahwa, valuasi yang rendah membuka peluang rerating ke depan, khususnya jika Superbank berhasil mengeksekusi strategi pertumbuhan dan mengoptimalkan ekosistem digitalnya yang besar.
“Bank digital biasanya diperdagangkan dengan premi karena ekspektasi pertumbuhan yang besar. Namun Superbank saat ini justru berada di valuasi konservatif. Ini memberi peluang bagi investor yang ingin masuk lebih awal sebelum valuasinya menyesuaikan dengan kinerja dan ekspansi,” tambah Bernadus.
Lebih jauh Bernadus menjelaskan, adanya dukungan ekosistem Grab–Emtek yang solid, strategi ekspansi kredit yang agresif, dan rencana belanja modal jangka panjang yang terstruktur, Superbank disebut sebagai salah satu kandidat bank digital yang berpotensi undervalued saat IPO.
”Kini, pasar menantikan bagaimana eksekusi penggunaan dana IPO tersebut akan mendorong pertumbuhan bisnis Superbank serta apakah valuasinya akan mulai mengejar bank digital lain yang telah diperdagangkan pada level PBV lebih tinggi,” tutupnya.
Dalam prospektus, Superbank (SUPA) mengungkapkan bahwa sekitar 70% dana hasil IPO akan dialokasikan untuk modal kerja penyaluran kredit. Sisanya, sekitar 30%, dialokasikan sebagai belanja modal mulai 2026 hingga lima tahun ke depan, mencakup pengembangan produk pendanaan dan pembiayaan, digital payment system, infrastruktur teknologi informasi, penguatan sistem operasional, investasi pada AI & Data Analytics, serta peningkatan cybersecurity.

