EBuzz – OJK resmi menerbitkan POJK Nomor 23 Tahun 2025 sebagai perubahan atas POJK 27/2024 mengenai penyelenggaraan perdagangan aset keuangan digital, termasuk aset kripto.
Langkah ini menjadi salah satu regulasi paling strategis tahun ini, mengingat pesatnya pertumbuhan aset kripto dan munculnya produk-produk baru yang menyerupai instrumen keuangan konvensional seperti derivatif digital.

Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, menegaskan bahwa penyempurnaan aturan tersebut diperlukan agar ekosistem aset digital di Indonesia memiliki fondasi pengawasan yang setara dengan standar sektor jasa keuangan global.
“POJK ini bertujuan memperkuat peran dan memperluas ruang lingkup penyelenggara perdagangan aset keuangan digital, sekaligus mengadopsi praktik terbaik internasional,” ujar Hasan. (4/12).
Ia menambahkan, dengan regulasi baru ini, instrumen digital yang diperdagangkan di pasar aset digital wajib memenuhi sejumlah kriteria teknis. Di antaranya, seluruh instrumen harus diterbitkan, disimpan, ditransfer, dan/atau diperdagangkan menggunakan teknologi distributed ledger (DLT) atau memiliki aset digital yang menjadi underlying.
”OJK juga menegaskan bahwa bursa dilarang memperdagangkan aset digital yang tidak masuk dalam Daftar AKD yang ditetapkan secara resmi,” sambungnya.
Derivatif Aset Digital Resmi Diatur

Mantan Direktur Utama KPEI ini menegaskan, untuk pertama kalinya Indonesia memiliki kerangka regulasi lengkap mengenai perdagangan derivatif aset keuangan digital, dengan fokus pada mitigasi risiko dan perlindungan konsumen.
Adapun poin-poin penting dalam regulasi baru tersebut yakni, Bursa wajib ajukan persetujuan ke OJK sebelum membuka perdagangan derivatif, kemudian pedagang boleh melakukan transaksi derivatif atas amanat konsumen tanpa persetujuan OJK, dan konsumen wajib mengikuti knowledge test sebelum bisa memperdagangkan derivatif digital.
”POJK 23/2025 bukan hanya merombak definisi aset digital, tetapi juga memperkenalkan tata kelola yang lebih modern, mulai dari daftar aset yang disetujui, kewajiban margin, hingga regulasi derivatif,” pungkas Hasan.
Dengan aturan ini, OJK menempatkan Indonesia selangkah lebih dekat menuju standar regulasi aset digital yang diterapkan negara-negara maju. Pendekatan yang lebih komprehensif ini akan memberi ruang inovasi yang lebih luas bagi pelaku industri, sambil memastikan konsumen tetap berada dalam koridor perlindungan yang kuat.

