EBuzz – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menegaskan bahwa sektor jasa keuangan nasional masih dalam kondisi resilien dan mampu menopang perekonomian domestik di tengah meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global.
Dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK periode Juli 2025 yang digelar di Jakarta pada Senin (4/8/2025), Mahendra menyampaikan bahwa ketahanan sektor keuangan Indonesia didukung oleh sejumlah indikator fundamental yang solid.
“Permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, serta profil risiko yang terjaga telah menjadi fondasi penting dalam menjaga stabilitas sektor jasa keuangan. Ini menjadi modal utama untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global ke depan,” ungkap Mahendra.
Mahendra menjelaskan bahwa indikator dari sisi penawaran saat ini menunjukkan hasil yang beragam (mixed), meski beberapa aspek tetap memberikan optimisme terhadap arah perekonomian Indonesia.
“Neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus secara konsisten, dan cadangan devisa berada di level yang tinggi. Namun, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur masih berada di zona kontraksi,” katanya.
Optimisme Jangka Menengah
Dengan ketahanan fundamental sektor keuangan dan dukungan kebijakan eksternal seperti tarif dagang yang lebih kompetitif, OJK meyakini bahwa sektor jasa keuangan akan tetap mampu berkontribusi signifikan dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.
“OJK akan terus memantau dinamika global dan domestik, serta memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan Bank Indonesia untuk memastikan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga di tengah ketidakpastian global,” ungkap Mahendra.
Selain itu, Mahendra juga menyoroti pentingnya kesepakatan tarif resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu katalis positif bagi sektor keuangan dan perdagangan nasional.
Menurutnya, penetapan tarif sebesar 19% oleh pemerintah AS terhadap produk-produk Indonesia merupakan langkah strategis yang dapat memperkuat daya saing ekspor Tanah Air.
“Kesepakatan Indonesia dengan Amerika Serikat untuk menurunkan tarif menjadi 19 persen, yang merupakan salah satu tarif terendah di kawasan, diharapkan menciptakan peluang bagi peningkatan daya saing produk Indonesia, terutama dibandingkan negara-negara lain yang dikenakan tarif lebih tinggi oleh AS,” tutupnya.