EBuzz – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kian mendekati level psikologis 8.000, didorong oleh penguatan saham-saham unggulan (blue chip), khususnya sektor perbankan yang selama ini tertinggal.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik mengatakan bahwa pergerakan IHSG yang positif saat ini sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar. Dirinya tidak mau berspekulasi mengenai kenaikan IHSG yang menuju ke level 8.000.
“Kalau kita lihat, yang mendorong IHSG hari ini naik adalah saham blue chip, terutama perbankan yang memang selama ini agak tertinggal. Jadi kita serahkan saja kepada pasar,” ucap Jeffrey di Jakarta, Selasa (12/8).
Jeffrey menegaskan, pihaknya memastikan seluruh transaksi di pasar modal berlangsung secara teratur, wajar, dan efisien. Menurutnya, tugas BEI bukan untuk mengarahkan indeks naik atau turun, melainkan meningkatkan partisipasi investor dan menjaga likuiditas.
“Kalau pengembangan dari bursa tidak mengarah khusus pada penurunan atau kenaikan indeks, tetapi lebih kepada partisipasi investor yang lebih tinggi. Beberapa minggu terakhir, khususnya hari ini, nilai transaksi juga cukup baik,” ujarnya.
Ia berharap likuiditas pasar modal tetap terjaga dan proses pendalaman pasar terus berlanjut. “Itu yang kita harapkan,” tutup Jeffrey.
Kiwoom Sekuritas Pede IHSG Bisa Tembus ke Level 8 Ribu di Akhir 2025
Sementara itu, Oktavianus Audi Kasmarandana, VP, Head of Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas menjelaskan bahwa, pasar modal Indonesia mendapat sentimen positif dari perpanjangan gencatan tarif dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China selama 90 hari ke depan.
Dalam periode ini, AS mempertahankan tarif impor China di level 30% yang sebelumnya sempat melonjak hingga 145%, sementara China menunda kenaikan tarif dengan tetap mempertahankan tarif impor dari AS di kisaran 10%.
“Atas perkembangan tersebut, Kiwoom Sekuritas merevisi target konservatif Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhir 2025 menjadi pada rentang level 8.000–8.100,” katanya.
Meski demikian, Oktavianus menilai kebijakan ini tetap memiliki nuansa strategis bagi kedua negara. Sedangkan, sektor keuangan terutama saham – saham perbankan sudah mulai menikmati sentimen positif tersebut dan berpotensi menjadi motor penggerak IHSG ke depan. Hal ini seiring pasar yang semakin rasional dengan prospek yang membaik.
“Kami berpandangan tindakan ini juga merupakan alat tawar-menawar, misalnya terkait ekspor chip dan rare earth,” pungkas Oktavianus.