EBuzz – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 mencapai 5,12% secara tahunan (yoy). Capaian ini melampaui ekspektasi banyak pihak, termasuk kalangan ekonom dan pelaku usaha, yang sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan hanya di kisaran 4,69% hingga 4,81%.
Angka ini menjadi kejutan, mengingat secara historis pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua cenderung lebih rendah dibanding kuartal pertama. Sebagai perbandingan, pada kuartal I-2025 pertumbuhan tercatat sebesar 4,87%, sedangkan pada kuartal I-2024 mencapai 5,11% dan kuartal II-2024 sebesar 5,05%.
Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani mengatakan bahwa, capaian pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2025 menimbulkan banyak pertanyaan. Di mana menurut Ajib, sejumlah indikator utama justru menunjukkan tren negatif. Salah satunya adalah Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur yang mengalami kontraksi selama kuartal II-2025.
Tercatat, PMI Manufaktur Indonesia berada di level 46,7 pada April, naik sedikit menjadi 47,4 di Mei, dan kembali melemah ke 46,9 pada Juni.
“Kontraksi ini bahkan menjadi yang terdalam dalam 4 tahun terakhir dan menggambarkan lemahnya konsumsi, di tengah fenomena “rojali” (rombongan jarang beli) dan “rohana” (rombongan hanya nanya-nanya),” kata Ajib saat ditemui di Bandung, Selasa (5/8/2025). (6/8).
Indonesia Incorporated Jadi Kunci Keberlanjutan Pertumbuhan
Lebih lanjut Ajib menambahkan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan empat masukan strategis agar tren pertumbuhan bisa berlanjut, baik dalam jangka pendek hingga akhir 2025, maupun jangka menengah hingga 2029.
Pertama, penguatan daya beli masyarakat. Pemerintah perlu mempercepat penciptaan lapangan kerja (job creation) dengan kebijakan lintas sektor yang fokus pada penyerapan tenaga kerja. Kedua, insentif fiskal dan moneter yang tepat sasaran. Kemudian, deregulasi dan penyederhanaan perizinan serta Peningkatan Investasi Asing Langsung atau foreign direct invesment (FDI).
“Apindo menilai Indonesia masih memiliki ruang besar untuk meningkatkan rasio investasi PMA, terutama melalui upaya perbaikan ease of doing business. Ratifikasi perjanjian perdagangan IEU-CEPA juga dinilai menjadi momentum penting untuk membuka arus investasi dari Uni Eropa,” imbuhnya.
Meski daya beli masih melemah, pelaku usaha tetap optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi 2025 secara keseluruhan. Apindo menegaskan pentingnya kolaborasi antara dunia usaha dan pemerintah dalam mendorong ekonomi yang berkelanjutan, melalui semangat Indonesia Incorporated.
“Paradoks antara pertumbuhan dan konsumsi ini harus dijawab dengan strategi yang inklusif dan kolaboratif. Pemerintah harus aktif menggandeng pelaku usaha dalam menjaga pertumbuhan agar terus eskalatif,” ujar Ajib