EBuzz-Saham PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk (SBMA) sudah turun hingga 20,50 persen sepanjang tahun 2024. Secara mengejutkan, Perseroan juga telah melakukan pemberhentian terhadap dua orang Direkturnya. Pemecatan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris terhadap Dua Direksi itu menjadi pertanyaan di kalangan pelaku pasar.
Adapun merujuk risalah RUPSLB emiten dengan jumlah investor sebanyak 3.542 orang per 31 Juli 2024 itu, yang disampaikan pada laman BEI 28 Agustus 2024, dimana Sang Direktur Keuangan yaitu Ingo Lothar Steil yang berkebangsaan Jerman dan Sang Motor SBMA yaitu Iwan Sanyoto sebagai Direktur Operasional resmi dicopot dan digantikan oleh Julianto Setyoadji Direktur Operasional dan Carsen Finrely yang menjabat sebagai Direktur Independen.
Khusus Carsen Finrely, banyak kalangan menyebut sebagai anak titipan dari sang Komite Audit yaitu Gilbert Rely.
Carsen Finrely saat ini masih berusia 31 Tahun dan dia juga menjabat sebagai Komisaris Utama di salah satu emiten yang tersangkut masalah dan tak juga usai hingga saat ini yaitu PT Armidian Karyatama Tbk (ARMY). Carsen Finrely menjabat sebagai pengawas utama di ARMY sebagai Komisaris Utama dimana emiten ini dalam pengawasan ketat penegak Hukum Kejaksaan Agung dalam kasus Benny Tcokrosaputro atau Bentcok.
Armidian Karyatama (ARMY) telah tersangkut dalam pusaran hukum dalam penanganan Kejagung yang melibatkan Bentcok dan sahamnya sudah di suspend kurang lebih 4 tahun lamanya, serta telah mendapat peringatan potensi delisting dari BEI.
Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk (SBMA) dianggap penuh dengan konflik internal oleh kalangan pelaku pasar, hal ini seiring dengan pernyataan Iwan Sanyoto dalam RUSPLB 27 Agustus 2024 yang menyatakan surat pemberhentian yang diterimanya pada 9 Juli 2024 oleh presiden komisaris dengan keterangan tanpa alasan penyebab pemecatan itu. Sementara itu Komite Audit menyebut Iwan telah melanggar SOP perusahaan.
Untuk Ingo Lotar Steil sendiri pemecatannya menurut Komite Audit karena adanya hubungan dengan Sang Direktur Utama yaitu Rini dengan Ingo sebagai suami-istri.
Padahal secara aturan, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, sampai saat ini belum ada ketentuan yang khusus mengatur terkait jabatan Direksi dalam suatu perusahaan dijabat oleh suami dan istri, namun perusahaan atau pemegang saham wajib memperhatikan regulasi yg ada dan standar governansi yang baik.
“Misal dalam POJK 33 tahun 2024 diatur sebagai Pasal 12 ayat 1, disebutkan bahwa Direksi bertugas menjalankan dan bertanggung jawab atas pengurusan Emiten atau Perusahaan Publik untuk kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik,” ujar Nyoman kepada Media.
Lalu Nyoman juga menerangkan Pasal 36, disebutkan bahwa Direksi dan Dewan Komisaris wajib menyusun kode etik yang salah satunya berisi ketentuan mengenai sikap profesional Direksi, Dewan Komisaris, karyawan atau pegawai, dan/atau pendukung organ yang dimiliki Emiten atau Perusahaan Publik apabila terdapat benturan kepentingan dengan Emiten atau Perusahaan Publik.
Namun nasi sudah menjadi bubur, konflik internal di tubuh SBMA memutuskan Dua Direksinya dipecat setelah sebelumnya Rapat Umum Pemegang Saham yang dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2024, menyatakan bahwa masa jabatan seluruh Dewan Komisaris dan Direksi hasil RUPSLB saat itu dikukuhkan sampai dengan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan untuk tahun buku 2025.
Lebih aneh lagi, pencopotan dua Direksi SBMA ini secara mengejutkan karena sebelumnya kontribusi keduanya dianggap sangat maksimal dan mampu membuat kinerja perseroan terus lebih baik setiap tahunnya. Kosongnya jabatan Direktur Operasional dan Direktur Keuangan secara tidak langsung membuat pincang kondisi manajerial sang emiten itu.
Padahal secara historis, Iwan Sanyoto adalah motor bisnis SBMA yang mampu mengerek kinerja SBMA sepanjang 16 tahun terakhir dengan segala pengalaman di sektor industri kimia anorganik dan gas. Iwan merupakan sosok tangguh yang menjadi ujung tombak dalam pengembangan dan penjualan perseroan.
Sedangkan Sang Direktur Utama SBMA yaitu, Rini Dwiyanti merupakan putri dari pemilik dan Penerima Manfaat Terakhir dari SBMA yaitu Effendi yang juga Komisaris Utama SBMA. Secara garis besar SBMA ini adalah perusahaan keluarga dimana saham mayoritas masih dikuasai oleh keluarga Effendi dimana porsi kepemilikan berdasar ata RTI masih 62,91 persen dan porsi kepemilikan publik hanya 30,10 persen.
Tak hanya itu, Putra lainnya dari Effendi yang juga menduduki jabatan sangat strategis di PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk (SBMA) adalah Welly Sumanteri yang menduduki kursi Wakil Direktur Utama.
Seperti diberitakan sebelumnya, Mazdauli Siringoringo selaku Corporate Secretary SBMA menyebutkan, pencopotan Ingo dari kursi Direksi ini adalah Dewan Komisaris Perseroan memutuskan perlu adanya penyegaran anggota Direksi Perseroan.
Sedangkan Direktur Utama Rini Dwiyanti yang juga anak dari Komisaris Utama Effendi, Wakil Direktur Utama Welly Sumanteri, Direktur Operasional Iwan Sanyoto dan Direktur Keuangan Ingo Lothar Steil. Pasca RUPSLB yang disebut penyegaran itu maka Ingo tidak lagi menjabat sebagai Direksi SBMA.