Jakarta – Bank Indonesia (BI) menyebut jika saat ini ketidakpastian ekonomi global kembali memanas. Hal tersebut tentunya dipicu oleh pertumbuhan ekonomi yang mengalami perlambatan dan adanya kenaikan tingkat suku bunga acuan di negara maju.
Bahkan, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global sebesar 2,7% (yoy) dengan risiko perlambatan terutama di Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Menurut bank sentral, tekanan inflasi di Negeri Paman Sam tersebut masih tinggi terutama karena keketatan pasar tenaga kerja, di tengah kondisi ekonomi yang cukup baik. Sedangkan, di Tiongkok pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat prakiraan di tengah inflasi yang rendah sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan, dengan melihat situasi ekonomi global saat ini Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan makro agar pelemahan ekonomi dunia tidak menimpa Indonesia.
“Perkembangan ini tentunya memerlukan penguatan respon kebijakan untuk mitigasi risiko rambatan global terhadap ketahanan eksternal di negara berkembang, termasuk Indonesia,” ucapnya.
Ia pun menambahkan, ketidakpastian pasar keuangan global menyebabkan nilai tukar Rupiah pada 21 Juni 2023 secara rata – rata sedikit melemah sebesar 0,56% dibandingkan dengan rata – rata kurs Mei 2023. Meski demikian, Rupiah secara point to point baik dibandingkan dengan akhir Mei 2023 maupun akhir tahun 2022, masih mengalami penguatan sebesar 0,30% dan 4,17%.
“Dengan perkembangan tersebut, penguatan Rupiah dibandingkan dengan level akhir tahun 2022 lebih baik dari apresiasi Rupee India dan Peso Filipina masing-masing sebesar 0,85% dan 0,15% sedangkan Thai Baht mencatat depresiasi 0,70%.” Tambahnya.
Ke depan, Bank Indonesia memprakirakan apresiasi nilai tukar Rupiah berlanjut ditopang oleh surplus transaksi berjalan dan aliran masuk modal asing seiring prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah khususnya melalui triple intervention dan twist operation untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi risiko rambatan ketidakpastian pasar keuangan global. Operasi moneter valas terus diperkuat, termasuk optimalisasi TD Valas DHE serta penambahan frekuensi dan tenor lelang TD Valas jangka pendek.