EBuzz – Bank Indonesia (BI) memperkirakan rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2026 akan berada di kisaran Rp16.000 hingga Rp16.500 per dolar AS. Proyeksi tersebut disampaikan langsung oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Perry menegaskan komitmen bank sentral untuk terus memperkuat dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah dinamika global. Ia menyebut cadangan devisa Indonesia saat ini berada di posisi yang sangat kuat, yaitu sebesar 152,5 miliar dolar AS per Mei 2025.
“Ke depan kami berkomitmen untuk menjaga nilai tukar rupiah ini,” ujar Perry. (4/7).
Menurut Perry, sejumlah faktor fundamental akan mendorong penguatan rupiah pada tahun mendatang, di antaranya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap solid, inflasi yang terkendali, serta imbal hasil investasi dalam negeri, termasuk Surat Berharga Negara (SBN), yang masih kompetitif di mata investor global.
Bank Indonesia Pastikan Ketahanan Ekonomi dan Rupiah Masih Kuat
Bank Indonesia, lanjut Perry, juga akan terus melakukan langkah stabilisasi melalui intervensi di pasar offshore non-delivery forward (NDF) dan domestic non-delivery forward (DNDF), serta melalui pasar spot domestik.
“Hal ini terbukti saat rupiah sempat melemah ke Rp16.865 per dolar AS pasca pengumuman kebijakan tarif AS pada April lalu, namun kemudian menguat kembali menjadi Rp16.235 per dolar AS per 30 Juni 2025,” katanya.
Selain itu, Perry menyatakan bahwa ketahanan eksternal ekonomi Indonesia masih cukup kuat. Neraca perdagangan masih mencatat surplus yang besar, terutama ditopang oleh ekspor komoditas nonmigas.
Namun demikian, BI mencatat adanya tekanan di neraca transaksi modal dan finansial akibat ketidakpastian global. Pada kuartal II-2025, tercatat arus keluar (capital outflow) investasi portofolio sebesar 2,4 miliar dolar AS, setelah sebelumnya mengalami net inflow sebesar 0,3 miliar dolar AS pada kuartal I-2025.
“Meski begitu, akhir-akhir ini sudah terjadi pembalikan aliran portofolio ke Indonesia, terutama ke instrumen SBN,” tambah Perry.
Perry menggarisbawahi pentingnya memperkuat strategi untuk menarik lebih banyak aliran modal asing langsung (foreign direct investment/FDI), khususnya melalui perbaikan iklim investasi dan percepatan reformasi struktural.
Sementara itu, BI memproyeksikan inflasi tahun 2026 tetap terjaga dalam sasaran 2,5 persen plus minus 1 persen, atau dalam kisaran 1,5 persen hingga 3,5 persen.
“Dalam upaya menjaga stabilitas harga, BI terus mengaktifkan peran kantor perwakilan di 46 wilayah untuk memantau harga serta berkoordinasi dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP/TPID) melalui berbagai inisiatif, termasuk Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP),” tutupnya.